KELUHURAN BERKAH KESEDERHANAAN SEORANG BUDDHA
MAKNA KESEDERHANAAN
Hanya sembilan huruf yang kalau dirangkai menjadi satu kata pendek mudah diucapkan dan enak didengar "sederhana". Akan tetapi satu kata pendek bila dijabarkan memiliki nilai sangat tinggi makna sangat dalam bahkan bisa menjadi untaian cerita sepanjang zaman. Dugaan kuat, secara umum sederhana hanyalah sesuatu yang mengandung nilai rendah dan berharga murah. Padahal tidak selalu yang sederhana bernilai rendah berharga murah. Tak terbayang bila ada sesuatu yang sederhana justru sungguh sangat luar biasa mahal harganya berikut ini:
Di muka bumi ini tempat kita lahir, tua dan mati, orang-orang besar para nabi pendiri agama, para pahlawan kemanusiaan, kaum spiritualis, yang mulia para suciwan. Mereka berbudi pekerti luhur, di nilai sangat tinggi dan dihargai sangat mahal justru dari adanya yang sederhana.
Di antara jajaran orang-orang besar sederhana tetapi bernilai tinggi berharga mahal itu, salah satunya adalah Buddha Gotama. Berawal pada purnamasidhi bulan Waisak 623 SM.
Siddhartha lahir di bawah teduh rindang pohon Sala Taman Lumbini, Nepal (sekarang). Tiga puluh lima tahun
kemudian pada purnamasidhi bulan Waisak 588 SM. Petapa Siddhartha Gotama mencapal Pencerahan Agung
Penerangan Sempurna menjadi Buddha di bawah pohon Bodhi, Bod Gaya (sekarang).
Pada usia 80 tahun purnamasidhi bulan Waisak 543 SM. Buddha Cotama wafat--Parinibbana di Kusinara (sekarang). Tempat-tempat tersebut dengan kesederhanaan menjadi saksi sejarah dan dikunjungi jutaan manusia hingga saat ini.
Buddha Gotama merupakan salah satu tokoh kemanusiaan menolak pembunuhan, dan jelas menyatakan anti kekerasan (ahimsa), diakui orang paling kaya di dunia sejak dua puluh enam abad lampau, serta sebagai pendiri agama Buddha enam ratus tahun lebih dulu dari Jesus Kristus pendiri Kristen, dan diperkirakan seribu tahun lebih tua dan Nabi Muhammad S.A.W. pendiri Islam. Yang membuat nama besarnya Buddha Gotama bertahan hingga saat ini dan kesederhanaanNya; cukup dengan selembar kain kuning untuk menutup tubuhnya, dalam waktu 24 jam hanya makan satu kali sebelum pukul 12 siang, bertinggal di tempat yang sunyi jauh dan kemewahan, dekat dengan alam dan menyatu dengan jiwa "Kemanusiaan-Ku untuk Hidup-Mu"--Cinta kasih universal.
Buddha Gotama bersama Dhamma ajarannya sebagai guru spiritual dengan kesederhanaannya itu, mengajar penuh welas asih tanpa pilih kasih; kepada bangsawan ningrat kaum birokrat, raja, kepala negara, yang luhur gubernur, para menteri, bupati, sampai kalangan masyarakat--kaum kesrakat rakyat yang amat melarat. Mereka mendapat perlakuan sama dari Sang Buddha. Selama empat puluh lima tahun Sang Buddha mengembara ke seluruh penjuru alam, dari alam para dewa, brahma, alam manusia, sampal ke alam hewan, makhluk peta dan alam neraka. Sang Buddha guru para dewa dan manusia, pembimbing semua mahkluk tiada bandingannya (satta dewa manusanam Buddho bhagavati). Menunjukkan kesederhanaan Sang Buddha diterima semua kalangan secara damai.
KEKUATAN
Hampir setiap pendapat setuju bahwa sederhana sama dengan miskin. Sehingga banyak pihak terutama kaum kaya amat takut dengan sederhana, karena takut miskin. Di sini yang kita maksud sederhana adalah sikap mental bersahaja dan jenis perilaku santun, berbudi pekerti luhur, tampil sesuai apa adanya, peka dan ramah terhadap lingkungan, cepat bertindak positif pada setiap kejadian, bukan berarti miskin. Dan sikap mental serta jenis perilaku seperti itu tidak terbatas pada si kaya atau si miskin.
Pengagum kemewahan dan anti kesederhanaan biasanya tidak sadar bahwa ternyata pada titik paling akhir hidup bisa bertahan justru oleh kesederhanaan dan ramah lingkungan. Terbukti ketika bencana alam menimpa (Tsunami Aceh dll. misalnya) segala bentuk kemewahan material berharga mahal lenyap. Yang masih bisa untuk bertahan hidup satu-satunya tinggal kesederhanaan, dan masih adanya kepedulian lingkungan yang ramah.
Menurut Sang Buddha "Hidup adalah sesuatu paling berharga dan semua yang ada". Seseorang rela melepaskan apa saja miliknya demi hidup. Untuk itu, kata Buddha, dalam ukuran normal bagi yang tidak mau menghargai hidup meskipun kecil, nilai dirinya menjadi sangat rendah di antara sesama hidup di dunia. Jadi yang sejak awal, pertengahan hingga akhirnya, tetap berharga mahal dan mempunyai kekuatan bertahan sepanjang sejarah kemanusiaan adalah mereka yang mau menghargai hidup meskipun kecil dan tidak lepas dari kesederhanaannya. Setiap tahun makna Tri Suci Waisak kembali mengingatkan kita akan besarnya nilai kesederhanaan yang telah dibuktikan sendiri oleh Sang Buddha dan diajarkan pada kita.
KELEMAHAN
Kini kita sedang berada dalam keadaan dunia yang serba tidak pasti, yang melemahkan semangat hidup. Akan tetapi Sang Buddha mengingatkan bahwa dalnm keadaan dunia yang serba tidak pasti, ada yang sudah pasti yaitu perubahan, dan diri sendiri yang pasti bisa merubahnya untuk menyesuaikan dengan keadaan. Kata Buddha pahami hukum perubahan anicca--segala yang berbentuk dan bersyarat tidak kekal. Barang siapa mampu menyesuaikan din dengan perubahan akan berada di dalam suasana hati yang pasti sejuk aman dan nyaman. Sebaliknya barang siapa menentang hukum perubahun akan menjadi korban kesombongan sendiri.
Rakyat Indonesia, umat Buddha juga, saat-saat sekarang sedang bersama-sama mengeluh tentang karena BBM (Bahan Bakar Minyak) naik harga. Dampaknya semua kebutuhan hidup berubah menjadi mahal. Keluhan lain tentang berubah; yang semula sahabat menjadi penghianat, awalnya kawan menjadi lawan, dulu pengasuh seolah-olah menjadi musuh, dulu masyarakat berperilaku sopan sekarang berubah menjadi arogan. Kebutuhan hidup sehari-hani yang dulu senba murah sekarang menjadi serba mahal. Dan yang dituding sebagai sebab soal selalu pihak lain. Mengeluh lagi dalam hal kebersamaan dulu bisa saling tolong-menolong sekarang menjadi saling tolong-menyolong.
Terlalu sibuk mengeluh menuduh dan menuding pihak lain sebagai sebab semua soal bencana yang menimpa pada dirinya, sehingga lupa bahwa dirinya pun sesungguhnya juga menjadi sebab utama bencana buat orang lain maupun lingkungan sekitarnya. Lupa bahwa dirinya hanya merasa bisa, tetapi tidak bisa merasa. Dan ke-aku-an-nya juga selalu menuntut kaum lemah harus mau mengakui kelemahannya, tetapi karena terlalu sombong lupa akan dirinya yang sesungguhnya juga lebih tidak mau mengakui kelemahan sendiri. Lupa kalau telah turun temurun setiap pagi sarapan "singkong ubi" hasil tanam kebun sendiri. Lupa sejak kapan dan siapa suruh ganti sarapan produk "Mc Donald-roti" yang harus membeli. Lupa telah berjuta tahun daun pisang menjadi pembungkus nasi, kenapa sekarang ganti plastic bahan yang belum lama ada di bumi dan harus membeli. Lupa semua tergantung diri sendiri, objek pasif, subjek yang aktif.
KEBANGKITAN
Untuk bangkit, kembali pada diri sendiri dengan kemampuan yang ada tinggal mau atau tidak mengubah suasana hati yang gundah-gelisah menjadi sejuk damai. Yang semula menolak membenci menjadi bisa menerima dan menyayangi. Untuk menyikapi keadaan yang sedang selalu berubah cara terbaik dengan "jalan tengah". Ingat terlalu lapar sama jelek dengan terlalu kenyang sama-sama mematikan. Rubah cara berpikir hidup untuk makan, menjadi makan untuk hidup.
Kata Buddha "... 0 para siswa, kalian akan mudah puas dengan makanan, bila makan sebagai kebutuhan bukan keinginan". Untuk itu hendaknya tidak membiarkan keinginan mengusai pikiran, tetapi pikiran harusnya mengendalikan keinginan. Dengan demikian hidup ini ticlak kehilangan netralitas dan akan mampu bertahan dengan kesederhanaan.
Hilang arti sesungguhnya kesederhanaan, hati jadi bisu, telinga tuli, otak jadi tumpul jiwa jadi kaku congkak-sornbong-egois, ingin menang sendiri, dan menjadi pertanda dekat kehancuran, merosotnya kemoralan, rusaknya nilai spiritual keagamaan, jatuhnya kekuasaan.
Akhir kata pada detik-detik Purnamasidhi Waisak, secara utuh anthology wadag dan rohani mari merenungkan kembali apa saja yang telah atau rnasih akan kita lakukan menurut anjuran Dhamma. Demi ketahanan mental spiritual keagamaan. Marl kita hayati pesan Buddha dalam Kitab Suci Dhammapada XXV: 360. "Cakkhuma samvaro sadhu/ sadhu sotena samvaro/ ghanena samvaro sadhu/ sadhu jivaya samvaro (Sungguh baik mengendalikan mata/ sungguh baik mengendalikan telinga/ sungguh baik mengendalikan hidung/ sungguh baik mengendalikan lidah". Agar hidup tidak terlalu banyak menanggung beban persoalan yang berakibat penderitaan.
Selamat Tri Suci Waisak, Semoga semua makhluk berbahagia.