Jumat, 17 Juni 2011

Surya Sudhanalaya

Liontin Cantik, exlucive bagi anda yang ingin memberikan hadiah untuk orang yang anda cintai.
SURYA SUDHANALAYA adalah liontin yang terbuat dari Perak berlapis Emas dengan symbol Sudhanalaya (symbol perlindungan umat manusia) yang akan melindungi Anda dari gangguan ilmu negative.

Dapatkan segera Liontin SURYA SUDHANALAYA hanya dengan Rp. 1.000.000 saja, dan segera bebaskan orang yang anda cintai dari gangguan ilmu negative.
Read more

Jumat, 13 Mei 2011

Renungan Waisak

Sangha Theravada Indonesia

KELUHURAN BERKAH KESEDERHANAAN SEORANG BUDDHA

MAKNA KESEDERHANAAN
Hanya sembilan huruf yang kalau dirangkai menjadi satu kata pendek mudah diucapkan dan enak didengar "sederhana". Akan tetapi satu kata pendek bila dijabarkan memiliki nilai sangat tinggi makna sangat dalam bahkan bisa menjadi untaian cerita sepanjang zaman. Dugaan kuat, secara umum sederhana hanyalah sesuatu yang mengandung nilai rendah dan berharga murah. Padahal tidak selalu yang sederhana bernilai rendah berharga murah. Tak terbayang bila ada sesuatu yang sederhana justru sungguh sangat luar biasa mahal harganya berikut ini:

Di muka bumi ini tempat kita lahir, tua dan mati, orang-orang besar para nabi pendiri agama, para pahlawan kemanusiaan, kaum spiritualis, yang mulia para suciwan. Mereka berbudi pekerti luhur, di nilai sangat tinggi dan dihargai sangat mahal justru dari adanya yang sederhana.

Di antara jajaran orang-orang besar sederhana tetapi bernilai tinggi berharga mahal itu, salah satunya adalah Buddha Gotama. Berawal pada purnamasidhi bulan Waisak 623 SM.

Siddhartha lahir di bawah teduh rindang pohon Sala Taman Lumbini, Nepal (sekarang). Tiga puluh lima tahun
kemudian pada purnamasidhi bulan Waisak 588 SM. Petapa Siddhartha Gotama mencapal Pencerahan Agung
Penerangan Sempurna menjadi Buddha di bawah pohon Bodhi, Bod Gaya (sekarang).

Pada usia 80 tahun purnamasidhi bulan Waisak 543 SM. Buddha Cotama wafat--Parinibbana di Kusinara (sekarang). Tempat-tempat tersebut dengan kesederhanaan menjadi saksi sejarah dan dikunjungi jutaan manusia hingga saat ini.

Buddha Gotama merupakan salah satu tokoh kemanusiaan menolak pembunuhan, dan jelas menyatakan anti kekerasan (ahimsa), diakui orang paling kaya di dunia sejak dua puluh enam abad lampau, serta sebagai pendiri agama Buddha enam ratus tahun lebih dulu dari Jesus Kristus pendiri Kristen, dan diperkirakan seribu tahun lebih tua dan Nabi Muhammad S.A.W. pendiri Islam. Yang membuat nama besarnya Buddha Gotama bertahan hingga saat ini dan kesederhanaanNya; cukup dengan selembar kain kuning untuk menutup tubuhnya, dalam waktu 24 jam hanya makan satu kali sebelum pukul 12 siang, bertinggal di tempat yang sunyi jauh dan kemewahan, dekat dengan alam dan menyatu dengan jiwa "Kemanusiaan-Ku untuk Hidup-Mu"--Cinta kasih universal.

Buddha Gotama bersama Dhamma ajarannya sebagai guru spiritual dengan kesederhanaannya itu, mengajar penuh welas asih tanpa pilih kasih; kepada bangsawan ningrat kaum birokrat, raja, kepala negara, yang luhur gubernur, para menteri, bupati, sampai kalangan masyarakat--kaum kesrakat rakyat yang amat melarat. Mereka mendapat perlakuan sama dari Sang Buddha. Selama empat puluh lima tahun Sang Buddha mengembara ke seluruh penjuru alam, dari alam para dewa, brahma, alam manusia, sampal ke alam hewan, makhluk peta dan alam neraka. Sang Buddha guru para dewa dan manusia, pembimbing semua mahkluk tiada bandingannya (satta dewa manusanam Buddho bhagavati). Menunjukkan kesederhanaan Sang Buddha diterima semua kalangan secara damai.

KEKUATAN
Hampir setiap pendapat setuju bahwa sederhana sama dengan miskin. Sehingga banyak pihak terutama kaum kaya amat takut dengan sederhana, karena takut miskin. Di sini yang kita maksud sederhana adalah sikap mental bersahaja dan jenis perilaku santun, berbudi pekerti luhur, tampil sesuai apa adanya, peka dan ramah terhadap lingkungan, cepat bertindak positif pada setiap kejadian, bukan berarti miskin. Dan sikap mental serta jenis perilaku seperti itu tidak terbatas pada si kaya atau si miskin.

Pengagum kemewahan dan anti kesederhanaan biasanya tidak sadar bahwa ternyata pada titik paling akhir hidup bisa bertahan justru oleh kesederhanaan dan ramah lingkungan. Terbukti ketika bencana alam menimpa (Tsunami Aceh dll. misalnya) segala bentuk kemewahan material berharga mahal lenyap. Yang masih bisa untuk bertahan hidup satu-satunya tinggal kesederhanaan, dan masih adanya kepedulian lingkungan yang ramah.

Menurut Sang Buddha "Hidup adalah sesuatu paling berharga dan semua yang ada". Seseorang rela melepaskan apa saja miliknya demi hidup. Untuk itu, kata Buddha, dalam ukuran normal bagi yang tidak mau menghargai hidup meskipun kecil, nilai dirinya menjadi sangat rendah di antara sesama hidup di dunia. Jadi yang sejak awal, pertengahan hingga akhirnya, tetap berharga mahal dan mempunyai kekuatan bertahan sepanjang sejarah kemanusiaan adalah mereka yang mau menghargai hidup meskipun kecil dan tidak lepas dari kesederhanaannya. Setiap tahun makna Tri Suci Waisak kembali mengingatkan kita akan besarnya nilai kesederhanaan yang telah dibuktikan sendiri oleh Sang Buddha dan diajarkan pada kita.

KELEMAHAN
Kini kita sedang berada dalam keadaan dunia yang serba tidak pasti, yang melemahkan semangat hidup. Akan tetapi Sang Buddha mengingatkan bahwa dalnm keadaan dunia yang serba tidak pasti, ada yang sudah pasti yaitu perubahan, dan diri sendiri yang pasti bisa merubahnya untuk menyesuaikan dengan keadaan. Kata Buddha pahami hukum perubahan anicca--segala yang berbentuk dan bersyarat tidak kekal. Barang siapa mampu menyesuaikan din dengan perubahan akan berada di dalam suasana hati yang pasti sejuk aman dan nyaman. Sebaliknya barang siapa menentang hukum perubahun akan menjadi korban kesombongan sendiri.

Rakyat Indonesia, umat Buddha juga, saat-saat sekarang sedang bersama-sama mengeluh tentang karena BBM (Bahan Bakar Minyak) naik harga. Dampaknya semua kebutuhan hidup berubah menjadi mahal. Keluhan lain tentang berubah; yang semula sahabat menjadi penghianat, awalnya kawan menjadi lawan, dulu pengasuh seolah-olah menjadi musuh, dulu masyarakat berperilaku sopan sekarang berubah menjadi arogan. Kebutuhan hidup sehari-hani yang dulu senba murah sekarang menjadi serba mahal. Dan yang dituding sebagai sebab soal selalu pihak lain. Mengeluh lagi dalam hal kebersamaan dulu bisa saling tolong-menolong sekarang menjadi saling tolong-menyolong.

Terlalu sibuk mengeluh menuduh dan menuding pihak lain sebagai sebab semua soal bencana yang menimpa pada dirinya, sehingga lupa bahwa dirinya pun sesungguhnya juga menjadi sebab utama bencana buat orang lain maupun lingkungan sekitarnya. Lupa bahwa dirinya hanya merasa bisa, tetapi tidak bisa merasa. Dan ke-aku-an-nya juga selalu menuntut kaum lemah harus mau mengakui kelemahannya, tetapi karena terlalu sombong lupa akan dirinya yang sesungguhnya juga lebih tidak mau mengakui kelemahan sendiri. Lupa kalau telah turun temurun setiap pagi sarapan "singkong ubi" hasil tanam kebun sendiri. Lupa sejak kapan dan siapa suruh ganti sarapan produk "Mc Donald-roti" yang harus membeli. Lupa telah berjuta tahun daun pisang menjadi pembungkus nasi, kenapa sekarang ganti plastic bahan yang belum lama ada di bumi dan harus membeli. Lupa semua tergantung diri sendiri, objek pasif, subjek yang aktif.

KEBANGKITAN
Untuk bangkit, kembali pada diri sendiri dengan kemampuan yang ada tinggal mau atau tidak mengubah suasana hati yang gundah-gelisah menjadi sejuk damai. Yang semula menolak membenci menjadi bisa menerima dan menyayangi. Untuk menyikapi keadaan yang sedang selalu berubah cara terbaik dengan "jalan tengah". Ingat terlalu lapar sama jelek dengan terlalu kenyang sama-sama mematikan. Rubah cara berpikir hidup untuk makan, menjadi makan untuk hidup.

Kata Buddha "... 0 para siswa, kalian akan mudah puas dengan makanan, bila makan sebagai kebutuhan bukan keinginan". Untuk itu hendaknya tidak membiarkan keinginan mengusai pikiran, tetapi pikiran harusnya mengendalikan keinginan. Dengan demikian hidup ini ticlak kehilangan netralitas dan akan mampu bertahan dengan kesederhanaan.

Hilang arti sesungguhnya kesederhanaan, hati jadi bisu, telinga tuli, otak jadi tumpul jiwa jadi kaku congkak-sornbong-egois, ingin menang sendiri, dan menjadi pertanda dekat kehancuran, merosotnya kemoralan, rusaknya nilai spiritual keagamaan, jatuhnya kekuasaan.

Akhir kata pada detik-detik Purnamasidhi Waisak, secara utuh anthology wadag dan rohani mari merenungkan kembali apa saja yang telah atau rnasih akan kita lakukan menurut anjuran Dhamma. Demi ketahanan mental spiritual keagamaan. Marl kita hayati pesan Buddha dalam Kitab Suci Dhammapada XXV: 360. "Cakkhuma samvaro sadhu/ sadhu sotena samvaro/ ghanena samvaro sadhu/ sadhu jivaya samvaro (Sungguh baik mengendalikan mata/ sungguh baik mengendalikan telinga/ sungguh baik mengendalikan hidung/ sungguh baik mengendalikan lidah". Agar hidup tidak terlalu banyak menanggung beban persoalan yang berakibat penderitaan.

Selamat Tri Suci Waisak, Semoga semua makhluk berbahagia.

Read more

Minggu, 17 April 2011

Rahinan Jagat


SARASWATI

(Sumber: Buku "Yadnya dan Bhakti" Oleh Ketut Wiana, terbitan Pustaka Manikgeni)

Saraswati adalah nama dewi, Sakti Dewa Brahma (dalam konteks ini, sakti berarti istri). Dewi Saraswati diyakini sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa dalam fungsi-Nya sebagai dewi ilmu pengetahuan. Dalam berbagai lontar di Bali disebutkan "Hyang Hyangning Pangewruh."

Di India umat Hindu mewujudkan Dewi Saraswati sebagai dewi yang amat cantik bertangan empat memegang: wina (alat musik), kropak (pustaka), ganitri (japa mala) dan bunga teratai. Dewi Saraswati dilukiskan berada di atas angsa dan di sebe-lahnya ada burung merak. Dewi Saraswati oleh umat di India dipuja dalam wujud Murti Puja. Umat Hindu di Indonesia memuja Dewi Saraswati dalam wujud hari raya atau rerahinan.

Hari raya untuk memuja Saraswati dilakukan setiap 210 hari yaitu setiap hari Sabtu Umanis Watugunung. Besoknya, yaitu hari Minggu Paing wuku Sinta adalah hari Banyu Pinaruh yaitu hari yang merupakan kelanjutan dari perayaan Saraswati. Perayaan Saraswati berarti mengambil dua wuku yaitu wuku Watugunung (wuku yang terakhir) dan wuku Sinta (wuku yang pertama). Hal ini mengandung makna untuk mengingatkan kepada manusia untuk menopang hidupnya dengan ilmu pengetahuan yang didapatkan dari Sang Hyang Saraswati. Karena itulah ilmu penge-tahuan pada akhirnya adalah untuk memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewi Saraswati.

Pada hari Sabtu wuku Watugunung itu, semua pustaka terutama Weda dan sastra-sastra agama dikumpulkan sebagai lambang stana pemujaan Dewi Saraswati. Di tempat pustaka yang telah ditata rapi dihaturkan upacara Saraswati. Upacara Saraswati yang paling inti adalah banten (sesajen) Saraswati, daksina, beras wangi dan dilengkapi dengan air kumkuman (air yang diisi kembang dan wangi-wangian). Banten yang lebih besar lagi dapat pula ditambah dengan banten sesayut Saraswati, dan banten tumpeng dan sodaan putih-kuning. Upacara ini dilangsungkan pagi hari dan tidak boleh lewat tengah hari.

Menurut keterangan lontar Sundarigama tentang Brata Saraswati, pemujaan Dewi Saraswati harus dilakukan pada pagi hari atau tengah hari. Dari pagi sampai tengah hari tidak diperkenankan membaca dan menulis terutama yang menyangkut ajaran Weda dan sastranya. Bagi yang melaksanakan Brata Saraswati dengan penuh, tidak membaca dan menulis itu dilakukan selama 24 jam penuh. Sedangkan bagi yang melaksanakan dengan biasa, setelah tengah hari dapat membaca dan menulis. Bahkan di malam hari dianjurkan melakukan malam sastra dan sambang samadhi.

Besoknya pada hari Radite (Minggu) Paing wuku Sinta dilangsungkan upacara Banyu Pinaruh. Kata Banyu Pinaruh artinya air ilmu pengetahuan. Upacara yang dilakukan yakni menghaturkan laban nasi pradnyam air kumkuman dan loloh (jamu) sad rasa (mengandung enam rasa). Pada puncak upacara, semua sarana upacara itu diminum dan dimakan. Upacara lalu ditutup dengan matirtha. Upacara ini penuh makna yakni sebagai lambang meminum air suci ilmu pengetahuan.

Filosofi dan Mitologi
Upacara dan upakara dalam agama Hindu pada hakikatnya mengandung makna filosofis sebagai penjabaran dari ajaran agama Hindu. Secara etimologi, kata Saraswati berasal dari Bahasa Sansekerta yakni dari kata Saras yang berarti "sesuatu yang mengalir" atau "ucapan". Kata Wati artinya memiliki. Jadi kata Saraswati secara etimologis berarti sesuatu yang mengalir atau makna dari ucapan. Ilmu pengetahuan itu sifatnya mengalir terus-menerus tiada henti-hentinya ibarat sumur yang airnya tiada pernah habis mes-kipun tiap hari ditimba untuk memberikan hidup pada umat manusia.

Sebagaimana disebutkan, Saraswati juga berarti makna ucapan atau kata yang bermakna. Kata atau ucapan akan memberikan makna apabila didasarkan pada ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itulah yang akan menjadi dasar orang untuk menjadi manusia yang bijaksana. Kebijaksanaan merupakan dasar untuk mendapatkan kebahagiaan atau ananda. Kehidupan yang bahagia itulah yang akan mengantarkan atma kembali luluh dengan Brahman.

Dalam upacara atau hari raya Saraswati, bagi umat Hindu di Indonesia, upacara dihaturkan dalam tumpukan lontar-lontar atau buku-buku keagamaan dan sastra termasuk pula buku-buku ilmu pengetahuan lainnya. Bagi umat Hindu di Indonesia aksara yang merupakan lambang itulah sebagai stana Dewi Saraswati. Aksara dalam buku atau lontar adalah rangkaian huruf yang membangun ilmu pengetahuan aparawidya maupun parawidya. Aparawidya adalah ilmu pengetahuan tentang ciptaan Tuhan seperti Bhuana Alit dan Bhuana Agung. Parawidya adalah ilmu pengetahuan tentang sang pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu di Indonesia - juga di Bali - tidak ada pelinggih khusus untuk memuja Saraswati yang di Bali diberi nama lengkap Ida Sang Hyang Aji Saraswati.

Gambar atau patung Dewi Saraswati yang dikenal di Indonesia berasal dari India. Dewi Saraswati ada digambarkan duduk dan ada pula versi yang berdiri di atas angsa dan bunga padma. Ada juga yang berdiri di atas bunga padma, sedangkan angsa dan burung meraknya ada di sebelah menyebelah dengan Dewi Saraswati. Tentang perbedaan versi tadi bukanlah masalah dan memang tidak perlu dipersoalkan. Yang terpenting dari penggambaran Dewi Saraswati itu adalah makna filosofi yang ada di dalam simbol gambar tadi. Dewi yang cantik dan berwibawa menggambarkan bahwa ilmu pengetahuan itu adalah sesuatu yang amat menarik dan mengagumkan. Kecantikan Dewi Saraswati bukanlah kemolekan yang dapat merangsang munculnya nafsu birahi.

Kecantikan Dewi Saraswati adalah kecantikan yang penuh wibawa. Memang orang yang berilmu itu akan menimbulkan daya tarik yang luar biasa. Karena itu dalam Kakawin Niti Sastra ada disebutkan bahwa orang yang tanpa ilmu pengetahun, amat tidak menarik biarpun yang bersangkutan muda usia, sifatnya bagus dan keturunan bangsawan. Orang yang demikian ibarat bunga merah menyala tetapi tanpa bau harum sama sekali. Sedangkan cakepan atau daun lontar yang dibawa Dewi Saraswati merupakan lambang ilmu pengetahuan. Sedangkan genitri adalah lambang bahwa ilmu pengetahuan itu tiada habis-habisnya. Genitri juga lambang atau alat untuk melakukan japa. Ber-japa yaitu aktivitas spiritual untuk menyebut nama Tuhan berulang-ulang. Ini pula berarti, menuntut ilmu pengetahuan merupakan upaya manusia untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Ini berarti pula, ilmu pengetahuan yang mengajarkan menjauhi Tuhan adalah ilmu yang sesat.

Wina yaitu sejenis alat musik, yang di Bali disebut rebab. Suaranya amat merdu dan melankolis. Ini melambangkan bahwa ilmu pengetahuan itu mengandung keindahan atau estetika yang amat tinggi. Bunga padma adalah lambang Bhuana Agung stana Tuhan Yang Maha Esa. Ini berarti ilmu pengetahuan yang suci itu memiliki Bhuana Alit dan Bhuana Agung. Teratai juga merupakan lambang kesucian sebagai hakikat ilmu pengetahuan.

Angsa adalah jenis binatang unggas yang memiliki sifat-sifat yang baik yaitu tidak suka berkelahi dan suka hidup harmonis. Angsa juga memiliki kemampuan memilih makanan. Meskipun makanan itu bercampur dengan air kotor tetapi yang masuk ke perutnya adalah hanya makanan yang baik saja, sedangkan air yang kotor keluar dengan sendirinya. Demikianlah, orang yang telah dapat menguasai ilmu pengetahuan, kebijaksanaan mereka memiliki kemampuan wiweka. Wiweka artinya suatu kemampuan untuk membeda-bedakan yang baik dengan yang jelek dan yang benar dengan yang salah.

Bunga Padma atau bunga teratai adalah bunga yang melambangkan alam semesta dengan delapan penjuru mata anginnya (asta dala) sebagai stana Tuhan. Burung merak adalah lambang kewibawaan. Orang yang mampu menguasai ilmu pengetahuan adalah orang yang akan mendapatkan kewibawaan. Sehubungan dengan ini, Swami Sakuntala Jagatnatha dalam buku Introduction of Hinduisme menjelaskan bahwa ilmu yang dapat dimiliki oleh seseorang akan menyebabkan orang-orang itu menjadi egois atau sombong. Karena itu ilmu itu harus diserahkan pada Dewi Saraswati sehingga pemiliknya menjadi penuh wibawa karena egoisme atau kesombongan itu telah disingkirkan oleh kesucian dari Dewi Saraswati. Ilmu pengetahuan adalah untuk memberi pelayanan kepada manusia dan alam serta untuk persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Di dalam upakara yang disebut Banten Saraswati salah satu unsurnya ada disebut jajan Saraswati. Jajan ini dibuat dari tepung beras berwarna putih dan berisi lukisan dua ekor binatang cecak. Mata cecak itu dibuat dari injin (beras hitam) dan di sebelahnya ada telur cecak. Dalam banten Saraswati itu mempunyai arti yang cukup dalam. Menurut para ahli Antropologi, bangsa-bangsa Austronesia memiliki kepercayaan bahwa binatang melata seperti cecak diyakini memiliki kekuatan dan kepekaan pada getaran-getaran spiritual. Jajan Saraswati yang berisi gambar cecak memberi pelajaran bahwa ilmu pengetahuan itu jangan hanya berfungsi mengembangkan kekuatan ratio atau pikiran saja, tetapi harus mampu mendorong manusia untuk memiliki kepekaan intuisi sehingga dapat menangkap getaran-getaran rohani.

Dalam lontar Saraswati juga memakai daun beringin. Daun beringin adalah lambang kelanggengan atau keabadian serta pengayoman. Ini berarti ilmu pengetahuan itu bermaksud mengantarkan kepada kehidupan yang kekal abadi. Ilmu pengetahuan juga berarti pengayoman.

Tentang Dewi Saraswati ada cerita menarik yang terdapat dalam Utara Kanda bagian dari epos Ramayana. Dalam cerita tersebut dikisahkan Dewi Saraswati bersemayam secara gaib di lidah Kumbakarna sehingga dunia terhindar dari kekacauan. Alkisah Resi Waisrawa beristri Dewi Kaikaisi. Pasangan Resi ini berputra empat orang, tiga orang laki dan seorang perempuan. Putra sang resi yang pertama bernama Dasa Muka (Rahwana), kedua Kumbakarna, ketiga bernama Dewi Surpanaka dan yang terkecil bernama Gunawan Wibhisana. Sang Resi menugaskan putra laki-lakinya supaya bertapa di gunung Gokarna. Ketiga putra Resi Waisrawa itu kemudian membangun tempat pertapaan yang terpisah-pisah di gunung Gokarna. Bertahun-tahun mereka bertapa dengan teguh dan tekunnya. Karena ketekunannya itu, lalu Dewa Brahma berkenan memberikan anugrah.

Pertama-tama Dewa Brahma mendatangi Rahwana. Dewa Brahma menanyakan tentang apa yang diharapkan dalam tapanya ini. Rahwama mengajukan permohonan dapat kiranya Dewa Brahma menganugrahkan kekuasaan di seluruh dunia. Semua dewa, gandarwa, manusia dan seluruh makhluk di dunia ini tunduk padanya. Permohonan Rahwana ini dikabulkan.

Selanjutnya Dewa Brahma menuju pertapaan Gunawan Wibhisana dan menyatakan pula akan memberikan anugrah atas tapanya. Gunawan Wibhisana menyampaikan permohonannya dapat kiranya Dewa Brahma memberikan anugrah berupa kesehatan dan ketenangan rohani, memiliki sifat-sifat utama dan taat melakukan pemujaan kepada Tuhan. Dewa Brahma mengabulkan permohonan Wibhisana. Begitu Dewa Brahma akan beranjak menuju pertapaan Kumbakarna para dewa berdatang sembah kepada Dewa Brahma. Para dewa memohon agar Dewa Brahma tidak menganugrahkan permohonan Kumbakarna. Pasalnya, Kumbakarna berbadan raksasa yang maha hebat. Kalau ia punya kesaktian, sungguh sangat membahayakan keselamatan manusia di dunia. Meskipun ada permohonan para dewa itu, Dewa Brahma bertekad memberikan anugrah. Sebab, jika tidak, Brahma merasa berlaku tidak adil kepada ketiga putra Resi Waisrawa. Apalagi Kumbakarna juga melakukan tapa yang tekun sehingga layak mendapat anugrah. Namun untuk memenuhi permohonan para dewa itu, Dewa Brahma punya akal. Istri atau saktinya yaitu Dewi Saraswati diutus supaya berstana di lidah Kumbakarna dan bertugas untuk membuat lidahnya salah ucap.

Setelah itu Dewa Brahma datang memberikan anugrah pada Kumbakarna. Kumbakarna memohon anugrah yakni agar selama hidupnya selalu senang. Karena itu ia semestinya mengucapkan "suka sada". Namun akibat Saraswati membelokkan lidah Kumbakarna, ucapan yang terlontar dari mulut raksasa tinggi besar itu adalah "supta sada" yang artinya selalu tidur. Suka artinya senang dan supta artinya tidur. Andaikata Kumbakarna mendapatkan anugrah hidup bersenang-senang, maka besar kemungkinannya ia selalu meng-humbar hawa nafsu. Raksasa yang menghumbar hawa nafsu tentu akan dapat mengacaukan kehidupan di dunia. Demikianlah peranan Dewi Saraswati, dengan kata-kata yang tersaring dalam lidah dapat menyelamatkan dunia dari kekacauan.

Di dalam kesusastraan Weda, Saraswati adalah nama sungai yang disebut Dewa Nadi artinya sungainya para dewa. Sungai Saraswati terletak di selatan daerah Brahmawarta atau Kuruksetra. Di sebelah utara Kuruksetra ada sungai bernama sungai Dasdwati. Kedua sungai itu diyakini berasal dari Indraloka. Karena itulah disebut Dewa Nadi. Keterangan ini juga diuraikan dalam Manawa Dharmasastra II,17. Karena itulah sungai Saraswati amat dihormati dalam puja mantra agama Hindu seperti dalam mantra Sapta Tirtha atau Sapta Gangga uang menyebutkan tujuh sungai utama di India. Tujuh sungai itu yaitu sungai Gangga, Saraswati, Shindu, Wipasa, Kausiki, Yamuna dan Serayu. Dalam mantram Surya Sewana, Saraswati dipuja pula dalam Catur Resi yaitu Sarwa Dewa, Sapta Resi, Sapta Pitara dan Saraswati.

Dewi Saraswati diyakini pula sebagai pemelihara kitab suci Weda. Hal ini diceritakan dalam Salya Parwa sebagai berikut. Di lembah sungai Saraswati, terdapat tujuh resi ahli Weda yaitu Resi Gautama, Bharadwaja, Wiswamitra, Yamadageni, Resi Wasistha, Kasiyapa dan Atri. Ketika musim kemarau datang, keadaan di lembah sungai Saraswati itu kering. Tumbuh-tumbuhan tidak dapat tumbuh dengan baik. Bahan makanan pun menjadi sulit didapat. Karena keadaan alam yang gersang seperti itu, Sapta Resi itupun pindah ke tempat lain. Sedangkan putra Dewi Saraswati yang bernama Saraswata masih setia bertempat tinggal di lembah sungai Saraswati. Karena kesetiaannya tinggal di tempat itu, Saraswata mendapat perlindungan dari ibunya. Saraswata tetap mendapat bahan makanan dari lembah sungai itu. Para Resi yang meninggalkan lembah sungai Saraswati, lambat laun tidak tahan pada keadaan yang dialaminya. Karena di tempatnya yang baru, mereka sulit juga mengubah nasib. Lagi pula para resi tadi telah lupa pada isi Weda. Padahal, memahami Weda merupakan suatu kewajiban yang mutlak sebagai identitas seorang resi. Gelar resinya akan tanpa makna kalau sampai lupa pada isi Weda.

Keadaan itu menyebabkan sang Sapta Resi kembali ke lembah sungai Saraswati. Di lembah sungai Saraswati itulah para resi mohon kesediaan Dewi Saraswati membangkitkan kesadarannya untuk kembali dapat memahami isi Weda yang merupakan tugas pokoknya. Dewi Saraswati memberi anugrah apabila para resi bersedia menjadi siswanya. Para resi bertanya, apakah patut orang yang lebih tua berguru pada yang muda karena Dewi Saraswati masih sangat muda. Terhadap pertanyaan ini, Dewi Saraswati menjelaskan, seorang guru kerohanian tidaklah tergantung pada umurnya, kekayaannya, kebangsawanannya. Seorang guru kerohanian patut dilihat dari kemampuannya menguasai dan menyampaikan isi Weda. Kedewasaan spiritual Wedalah yang menjadi patokan utama. Penjelasan itu yang menyebabkan semua resi tetap berguru pada Dewi Saraswati.

Setelah kejadian itu, datang lagi enam puluh ribu orang menghadap Dewi Saraswati agar diterima sebagai murid karena ingin mendalami lautan rohani Weda. Lewat para resi dan siswa tadi, Dewi Saraswati mengidupkan dan menyebarkan isi Veda ke seluruh pelosok dunia.

Mitologi Dewi Saraswati dijelaskan pula dalam kitab Aiterya Brahmana. Dikisahkan seorang pendeta bernama Resi Kawasa keturunan Sudra Wangsa. Pada suatu hari, sang resi memimpin suatu upacara yajña. Karena resi itu keturunan Sudra Wangsa, maka sang resi dilarang memimpin upacara oleh pendeta dari Wangsa Brahmana. Sang resi Kawasa diusir dan dibuang ke padang pasir dengan tujuan agar ia mati di tengah-tengah padang pasir yang gersang itu. Setelah ia berada di tengah-tengah padang pasir, Resi Kawasa tetap melakukan pemujaan kepada Tuhan. Karena khusuknya pemujaan, turunlah Dewi Saraswati dengan penuh kasih sayang. Resi Kawasa pun diajarkan Weda mantra lengkap dengan Stuti dan Stotranya. Karena ketekunannya, semua pelajaran dari Dewi Saraswati dapat dikuasainya dengan baik. Kesucian dan kemampuan Resi Kawasa akhirnya jauh meningkat dari sebelumnya.

Dewi Saraswati menganggap, kemampuan Resi Kawasa sudah luar biasa. Sang resi pun diizinkan kembali ke tempatnya oleh Dewi Saraswati. Setelah ia sampai di tempatnya semula, pendeta dari Wangsa Brahmana itu amat kagum atas keberhasilan Resi Kawasa. Resi Kawasa memang mampu menujukkan kemahirannya tentang Weda baik teori maupun praktek kehidupan sehari-hari berupa tingkah laku yang bersusila tinggi. Akibat keutamaannya itu, Resi Kawasa diakui semua umat dan semua resi sebagai brahmana pendeta sejati.

Demikianlah kekuasaan Dewi Saraswati akan dapat memberikan peningkatan kesucian dan kehormatan kepada mereka yang memujanya dengan sungguh-sunguh.

Pada Hari Raya Saraswati Tentang bunga padma yang di Bali disebut bunga tunjung dipegang oleh salah satu tangan patung atau gambar Dewi Saraswati adalah memiliki lambang-lambang tersendiri. Di dalam Kakawin Saraswati disebutkan, bunga padma putih yang sedang kembang merupakan lambang jantung di Bhuana Alit. Padma merah ada dalam hati, padma biru ada dalam empedu. Budi suci sebagai aliran sungai Sindhu selalu meyakini kesuburan bunga-bunga padma yang berwarna-warni itu. Kecakapan bagaikan aliran sungai Narmada. Kemurnian hatiku sebagai sungai Gangga. Dewi Saraswati berstana di lidah dan Dewi Irawati berstana di mata. Demikianlah tujuan pemujaan Dewi Saraswati. Kalau tujuan pemujaan Dewi Saraswati dapat tercapai maka terhindarlah kita dari godaan penyakit, kelakuan jahat dan buruk.

Semua perumpamaan itu adalah suatu metoda seni sastra agama untuk mendatang kehalusan budi. Agama mengarahkan hidup, ilmu pengetahuan memudahkan hidup, sedangkan seni menghaluskan hidup. Karena itulah, memuja Tuhan Yang Maha Esa menurut pandangan Hindu juga menggunakan aspek seni. Pemujaan kepada Dewi Saraswati tiada lain adalah memuja Tuhan Yang Maha Esa dalam aspeknya sebagai sumber ilmu pengetahuan suci Weda. Menggapai kesucian Weda hendaknya juga melalui seni budaya yang indah. Khususnya yang didasarkan oleh keindahan seni itulah yang akan dapat dijadikan dasar untuk mencapai kesucian Sang Hyang Weda.


Hari Saraswati merupakan manifestasi Hyang Widhi sebagai Dewa Ilmu Pengetahuan, Kekuatan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya ini dilambangkan dengan seorang Dewi, Dewi membawa alat musik, Genitri,, Pustaka suci, Teratai, serta duduk di atas angsa.

1. Dewi simbol, bahwa ilmu Pengetahuan itu indah, cantik, menarik, dan lemah lembut dan mulia
2. Alat musik simbol, bahwa ilmu Pengetahuan itu seni budaya yang agung
3. Genetri simbol, bahwa ilmu pengetahuan itu tak terbatas dan kekal abadi
4. Pustaka suci simbol, bahwa itu sumber ilmu pengetahuan yang suci
5. Teretai simbol, bahwa ilmu pengetahuan itu merupakan kesucian Hyang Widhi
6. Anga adalah simbol kebijaksanaan, Angsa bisa membedakan antara yang baik dan buruk.



PAGERWESI

(sumber : http://www.iloveblue.com/bali_gaul_funky/artikel_bali/detail/1235.htm)

Pagerwesi dikenal sebagai hari payogan Hyang Pramesti Guru beserta para Dewata Nawa Sanga dan para Pitara untuk keselamatan dunia beserta isinya.

Pada tengah malam, menghaturkan 'labaan(caru)' yang ditujukan pada Panca Maha Bhuta. Sesudahnya, maka dilaksanakanlah Yoga-Samadhi meneguhkan pikiran agar dapat menahan gejolak Indrya. Pagerwesi jatuh pada setiap Budha (Rebo) Kliwon wuku Shinta.

Nah, demikianlah yang umumnya disebutkan, dan diperkenalkan secara umum. Dalam kesempatan ini, saya mencoba menambahkan pemaknaannya dengan tinjauan spiritual filosofisnya seperti berikut ini.

Marilah kita perhatikan beberapa substansi terkait berikut,
1. Tengah Malam; pada tengah malam Caru pada Panca Maha Bhuta dilaksanakan. Kita ketahui bersama bahwa Panca Maha Bhuta adalah bahan baku dasar dari manusia serta semua yang berjasad atau berwujud.

2. Di sisi lainnya, Caru adalah korban suci yang laksanakan dengan tulus ikhlas, guna menetralisir pengaruh negatif semesta raya (makro kosmos) serta tetap menjaga keseimbangan dan keselarasan yang ada. Dalam hal ini, utamanya adalah keselarasan dan harmoni antara makro dengan mikro kosmos.

Nah, kini timbul pertanyaan berikut:
~ Apa yang semestinya kita carukan ?, dan
~ Mengapa dilaksanakan tengah malam ?, lebih mendasar lagi
~ Mengapa dilaksanakan pada Budha Kliwon Shinta ? serta
~ Mengapa dinamakan Pagerwesi ?
Tentu semuanya itu bukannya tanpa alasan. Pasti ada alasan yang relevan, yang mendasarinya secara spiritual filosofis. Apakah itu ?

Apa yang semestinya kita carukan ? Tak lain adalah kebinatangan kita beserta dorongan-dorongan indryawi yang tak habis-habisnya serta amat kuat pengaruhnya bagi kita. Semua itu bersumber dari Panca Maha Bhuta dengan
berbagai implikasinya. Bangkitnya Panca Tan Matra, terkondisikan dengan baik bilamana Panca Maha Bhuta diselaraskan sedemikian rupa. Dengan cara bagaimana ?

Kliwon kita uraikan menjadi Kali + won atau saat sedang lelah-lelahnya jasmani ini. Umumnya, kita semua mencapai puncak kelelahan dan ingin beristirahat (tidur) di tengah malam setelah seharian bekerja. Apalagi juga melaksanakan Upavasa; jadi klop.

Jasmani yang lelah, kemampuan perlawanannyapun pasti amat rendah. Ia mudah untuk ditundukan, karena tenaga kasarnya sudah sedemikian lemahnya. Kondisi jasmani yang demikian, amat kondusif bila digunakan untuk ber- Yoga-Samadhi. Sementara jasmani lelah, rokhani menjadi kuat demi menyeimbangkan konstelasi mikrokosmos. Nah, kesempatan inilah yang dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Dalam ajaran Yoga, kita mengenal apa yang diistilahkan dengan Brahma Muhurta. Brahma Muhurta mempunyai arti sama dengan Brahma Murthi (ingat Wisnu Murthi). Saat-saat itu, adalah saat-saat yang terbaik untuk menguatkan Cipta/Citta. Dikatakan juga bahwa saat itu Brahma Randra (pintu gerbang Brahma) sedang terbuka lebar. Bilamana momentum itu terjadi ? Konon, menurut
beberapa pustaka serta yang mengalaminya, adalah sejak tengah malam hingga sekitar pukul 3.30 waktu setempat.

Brahma yang disebutkan sebagai Hyang Pramesti Guru dalam hal ini, memancarkan kekuatan citta beliau pada 9 penjuru semesta raya (Nawa Sanga). Pada kesempatan ini pula para pitara kita menganugrahkan welas asihnya serta perlindungannya pada turunannya. Bukankah sangat ideal, antara konstelasi kosmik (makro-mikro) dengan momentum yang dipilih dari hasil penelitian para Yogi Nusantara ini ?

Pada saat-saat inilah Sang Yogiswara, memanfaat momentunnya sebaik-baiknya dengan tekad yang bulat dan kokoh, ibarat terpagari (pageh=PAGAR) dengan PAGAR BESI.

Pada hari ini, juga dianjurkan untuk ber-Upawasa seharian (24 jam). Ber-upawasa dan melek hingga tengah malam untuk memulai upakara, tentu lebih memastikan kelelahan dari sang jasmani (wadag) ini. Seperti disebutkan sebelumya, dengan lelahnya jasmani, rokhani menguat; demikianlah keseimbangan yang 'seharus' terjadi. Kenapa saya katakan 'seharusnya' ?

Untuk tahun ini (1999), Hari Pagerwesi jatuh pada tanggal 31 Maret yll. dan segera akan menyusul lagi pada tanggal 27 Oktober mendatang. Cobalah sekali dalam hidup anda (bagi yang belum pernah ataupun yang belum berhasil), kali ini saja.
Bulatkan tekad, bangkit ketulusan hati pada sesama makhluk hidup, laksanakanlah Pagerwesi seperti apa yang diteladani oleh para Pitara kita.

Bila kita tak ber-upawasa dengan baik seharian (bahkan mungkin sejak 2 hari sebelumnya) dan tidak 'jagra', kondisi tersebut sulit dicapai oleh umum (bukan penekun Yoga yang sudah terbiasa). Bila anda meragukan akan uraian saya ini, saya persilahkan anda mencobanya secara langsung dengan kesadaran dan pemahaman yang baik. Bila tak terbukti, silahkan anda komplain pada saya. I
give my garante on this one, trust me.

Semoga penjelasan ini memberi informasi, seperti yang diharapkan. Semoga kita senantiasa dibimbing dalam Dharma, mengarungi samudra Samsara ini. Semoga semua makhluk, pendamba kesempurnaan dan Kebebasan Mutlak-nya segera mencapai apa yang dicita-citakan.

Om.....sukham bhavantu......
Om.....sryam bhavantu........
Om.....purnam bhavantu......
Om......Shiwa Buddha ya namah svaha...........
Read more

Kamis, 14 April 2011

Game Mania


Kamu merasa sebagai penggemar GAME COMPUTER, atau kamu emang seorang GAMER...??
kalo emang "ya" napa ga coba download game-game yang uda tersedia. Download gamenya dan puas-puasin dech main.


Read more

Jumat, 01 April 2011

Zodiac

Virgo

Taurus

Scorpio

Sagitarius

Pisces

Libra

Leo

Gemini

Capricon

Canser

Aries

Aquarius


Read more

Minggu, 20 Maret 2011

Sang Hyang Ratih Mekalangan


Hari ini, tanggal 19 Maret 2011, bulan berada dalam jarak terdekatnya dengan bumi. Fenomena ini kerap disebut sebagai "SUPERMOON" atau "SANG HYANG RATIH MEKALANGAN" seperti yang dikatakan tetua Bali jaman dulu. dimana saat itu bulan terlihat lebih besar dan terang dari penampakan biasanya. ini merupakan purnama yang paling istimewa, semenjak 18 tahun silam. beruntung....cuaca yang cerah, jadi kita bisa menikmati suasana malam yang ditemani oleh lembutnya sinar bulan.

selamat menikmati pemandangan SUPERMOON. Abadikan moment indah ini bersama orang-orang terdekat anda. Jadikan malam ini sebagai awal yang baik disetiap hari-hari anda.
Read more

Sony





Read more

Pool Master





Read more

Motoracer





Read more

Stun Bike Rush





Read more

Neko Saga





Read more

Sky Warrior





Read more

Overkill Apache





Read more

Defense 1942





Read more

Storm Wind





Read more

Terorist Hunter





Read more

Paris Oh Paris





Read more

Super Mario





Read more

Selasa, 08 Maret 2011

Renungan Hari Raya Nyepi

"Hari Raya Nyepi" demikianlah kata-kata yang sudah tidak asing lagi untuk umat hindu dimanapun mereka berada. Namun bisakah kita mencari makna dibalik Hari Raya Nyepi..??? Sebenarnya kita tahu, Nyepi bukanlah perayaan tahunan, namun sebenarnya ada banyak rahasia yang terkandung didalam Nyepi tersebut. Dengan cara menjalankan Tapa Brata Penyepian yaitu :
Amati Geni,
Amati Lelungaan,
Amati Lelanguan dan
Amati Karya
,
kita diharapkan mampu menyerap meski sebagian kecil dari makna Hari Raya Nyepi.

Semoga Hari Raya Nyepi ini membawa berkah kebahagiaan, kedamaian dan kesejahteraan bagi semua makhluk hidup dan alam semesta.

~Salam Damai dari Putra Banjar Tegeha~
Read more

Minggu, 06 Maret 2011

Kebersamaan dalam Parade Ogoh-ogoh




Perwakilan "Truna Truni Tunjung Mekar" Dusun Abian






Perwakilan "Truna Truni Gita Yowana" Dusun Tengah






Perwakilan "Truna Truni Widya Loukika" Dusun Tangeb.






Read more

Selasa, 01 Maret 2011

Renungan Hari Raya Nyepi

"Hari Raya Nyepi" demikianlah kata-kata yang sudah tidak asing lagi untuk umat hindu dimanapun mereka berada. Namun bisakah kita mencari makna dibalik Hari Raya Nyepi..??? Sebenarnya kita tahu, Nyepi bukanlah perayaan tahunan, namun sebenarnya ada banyak rahasia yang terkandung didalam Nyepi tersebut. Dengan cara menjalankan Tapa Brata Penyepian yaitu :
Amati Geni,
Amati Lelungaan,
Amati Lelanguan dan
Amati Karya
,
kita diharapkan mampu menyerap meski sebagian kecil dari makna Hari Raya Nyepi.

Semoga Hari Raya Nyepi ini membawa berkah kebahagiaan, kedamaian dan kesejahteraan bagi semua makhluk hidup dan alam semesta.

~Salam Damai dari Putra Banjar Tegeha~
Read more

Selasa, 15 Februari 2011

Semarak Menyambut Hari Raya Nyepi

Dalam rangka menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Caka 1933 tanggal 5 Maret 2011 nanti, Muda-mudi Banjar Tegeha (Dusun Tangeb) memulai kesibukan baru dengan membuat Ogoh-ogoh. Kegiatan yang melibatkan Muda-mudi ini mendapatkan tanggapan positif dan nilai plus dari masyarakat (Dusun Tangeb). Selain itu Muda-mudi ini juga melibatkan kalangan Anak-anak untuk memeriahkan pengarakan Ogoh-ogoh nanti dalam tugasnya yaitu megambel atau mengiringi ogogh-ogoh dengan gambelan. ini sengaja dilakukan untuk merangkul anak-anak dan mengajari tentang seni dan budaya sejak dini. Dalam sesi penggalian dana tidak hanya dilalukan oleh sie penggalian dana, melainkan juga melibatkan "semeton rantau".
~Tetap Semangat untuk melalukan hal-hal yang positif untuk bisa menjalin kebersamaan ~
Read more

Semangat Kerja





Wah...wah...wah... lagi pada smangat-smangatnya nee, ngerjain ogoh-ogoh. Ni skarang masih tahap pelapisan kertas sbelum lanjut ke tahap pengcatan..
hayo tetep smangat.... ^_^
Read more